i think...

Selasa, 25 Januari 2011

I Called it Lucky 26

Bicara tentang angka dan segala makna dibelakangnya, ga akan pernah ada habisnya. Suatu penjuru tertentu mempercayai angka tujuh sebagai pembawa keberuntungan . Sementara itu, dataran lain lebih setuju dengan angka delapan karena bentuknya yang bersambungan. Di lain pihak ada yang anti dengan angka tiga belas yang dikenal sebagai pembawa sial tapi di pihak lainnya, justru banyak yang sepakat dengan istilah the lucky thirteen.


Setiap kepala memiliki suaranya dan setiap mereka juga mempunyai angka-angka kepercayaannya. Begitu juga dengan saya. Selalu mengutamakan angka tujuh belas karena itu tanggal kelahiran saya. Alasan yang sederhana sih tapi saya sudah terlanjur bangga dengan figur 17 yang serupa dengan tanggal kemerdekaan bangsa Indonesia. Kepercayaan ini tentu tidak disertai keyakinan yang serius dan berlebihan. Hanya untuk seru-seruan dan alat penangkal kebingungan dikala harus memilih salah satu angka diantara jutaan angka lainnya.


Beberapa teman saya sepakat dengan saya. Mereka mengisitimewakan angka kelahirannya dibandingkan angka-angka lainnya. Entah itu angka penunjuk tanggal, bulan maupun tahunnya. Tidak heran kombinasi angka special ini mereka jadikan sandi rahasia untuk akses-akses penting kehidupan mereka. Angka kelahiran sudah pasti dihafal diluar kepala dan tak mungkin tertukar.


Setiap tahunnya, tanggal 25 januariadalah tanggal penting dalam hidup saya karena merupakan hari ulang tahun dua orang sahabat . Salah satunya adalah Dita. Dia adalah Sahabat saya sejak duduk di bangku SMA di pulau dewata dan alhamdulillah tuhan menyambung kebersamaan kami hingga saya dan dia menjadi sarjana.


Kali ini saya ingin menyinggung tentang kebersamaan saya di jakarta bersama dia. Dita dan saya memang tidak sefakultas tapi seuniversitas, tidak sejurusan tapi sekamar di sebuah pondokan. Dengan begitu kebersamaan kami di awal-awal perkuliahan cukup tinggi hingga waktu, kesibukan dan panggilan cita-cita membuat kami tak selalu menghabiskan waktu bersama. Dia memulai aktifitas disaat saya masih terlelap dan kemudian saya menutup aktifitas disaat dia sudah terlelap dalam gelapnya kamar nomor 26.


Kamar 26 ini menyimpan banyak legenda. Mulai dari lantai yang meledak hingga membuat Dita terhentak dari tidurnya hingga tragedi matinya air dikala kami harus buru-buru mandi. Hampir semua kisah yang terekam dikamar kami selalu membuat geli bila diceritakan kembali. Saya sendiri sampai tak mampu berbagi semua kisahnya karena jumlanhya tak terkira.


Seiring berjalannya waktu kami mengukir prestasi satu persatu. Saya dengan bahasa belanda saya dan dia dengan segala kemahirannya di belantika komunikasi. Saya bahkan selalu terpesona melihat kiprahnya mengenyam ilmu sembari bekerja tak kenal waktu. Pagi bekerja, malam kuliah dan belum lagi begadang karena tugas –tugasnya yang menghadang. Uniknya, ditengah dinamika tersebut, Dita sempat-sempatnya memuja apa yang sedang saya laksanakan. Padahal menurut saya, pekerjaan saya hanyalah mahasiwa yang suka bercanda tawa sampai senja melanda.


Suatu ketika.. dewi fortuna sangat berpihak kepada saya. Sebagai mahasiswa, saya meraih beasiswa yang menurut saya juga sangat luar biasa nikmatnya. Jalan-jalan ke belanda tanpa biaya dan dan dapat uang buat hura-hura. Dita terkesima dan tergila-gila bahkan ingin menjelma saya. Sementara itu saya sendiri sudah sering iri dengan Dita yang sudah mandiri dengan berpenghasilan sendiri. Boleh dikata kami saling memotivasi diri dengan pencapaian masing-masing.


Kini.. kami tidak sekamar lagi tapi masih tetap menjalin komunikasi. Kamar 26 agaknya sering membuat kami saling merindu. Sosoknya yang pantang menyerah tetap tertanam di hati dan terus memotivasi hingga kini saya alhamdulilah akan memasuki dunia kerja yang sebenarnya. Sementara itu mungkin Dita selama ini tengah berafirmasi akan keberuntungan saya dulu dan rupanya afirmasi positif itu kini membawa berita yang sangat adiktif bagi pendengarnya. Bulan depan nanti, Dita akan pergi ke Amerika. Tanpa diduga dia akan pergi selama dua minggu dan semua biaya ditanggung perusahannya. Luar biasa...


Sekarang saya tahu kenapa Dita begitu terkesima hingga tergila-gila mendengar pencapaian saya. Ternyata mendengar sebuah keberuntungan dan keberhasilan orang terbaik kita juga sama sensasinya ketika kita mengalaminya. Nikmat, puas, bangga tiada tara dan sesungguhnya tak cukup kata untuk melukiskan betapa saya turut bahagia mendengar dia akan terbang melihat kota-kota yang selalu menstimulasi mimpi-mimpi kita dulu dalam naungan kamar nomor 26.


Mungkin tidak terlalu berlebihan bila kini saya berpikir bahwa sebuah istilah baru telah terlahir. Lucky 26 is suddenly the lucky number of us.






P.S: Congrats and happy birthday dear Dita