i think...

Selasa, 01 November 2011

Aku Tersipu





Sepertinya memang itulah kelemahan seorang wanita bahwa sekuat apapun dirinya berteduh, hanya pada rayuan sang pecintalah dirinya tak kuasa mengeluh. Bahkan dirinya menjadi berpeluh menahan bait-bait rayu yang kian menyentuh hati yang pilu.

Sama halnya dengan apa yang tengah saya alami, tanpa merinci asal muasal dan detail personal pemeran di dalam kisah saya, saya mampu mengangguk setuju dengan pernyataan di atas itu.


Memang benar, tanpa melihat  siapapun dia yang menjadi perayu tetap saja buaian rayu selalu terdengar merdu dan butiran kata-katanya itu yang merayu selalu membuat pipi memerah malu dan hati yang biru menjadi syahdu. Puja-puji merayu memang sungguh mampu membuat keangkuhan saya merapuh dan mulai melumpuh.

Inilah salah satunya:



Dealova,,,


aku ingin menjadi mimpi indah dalam tidurmu
aku ingin menjadi sesuatu yg mungkin bisa kau rindu
karena langkah merapuh tanpa dirimu
oh karena hati tlah letih
*courtesy of LirikLaguIndonesia.net
aku ingin menjadi sesuatu yg selalu bisa kau sentuh
aku ingin kau tahu bahwa ku selalu memujamu
tanpamu sepinya waktu merantai hati
oh bayangmu seakan-akan


 kau seperti nyanyian dalam hatiku
yg memanggil rinduku padamu
seperti udara yg kuhela kau selalu ada

hanya dirimu yg bisa membuatku tenang
tanpa dirimu aku merasa hilang
dan sepi, dan sepi

selalu ada, kau selalu ada



Belajar Itu Sabar




"Sekedar belajar itu biasa tetapi terus belajar hingga mendekati benar barulah luar biasa..."

Begitulah bunyi nasihat almarhum papa saya yang hingga saat inipun senantiasa terngiang ketika rasa malas mulai menjerat dan mengikat-ikat asa saya bila tengah mempelajari sesuatu yang baru.

Bermula sekitar sebulan yang lalu, saat saya mulai jengah dengan keterbatasan saya dalam berkendara. Saya hanya mampu mengoperasikan kendaraan roda empat sementara,saat ini keadaannya sudah berbeda. Tidak ada lagi mobil pribadi yang dapat saya kuasai sendiri dan lagi saya tinggal di pulau Bali yang mana sepeda motor sama pentingnya dengan kedua bilah kaki.

Akhirnya dengan bantuan seorang pemuda yang sangat dapat di andalkan, mulailah saya belajar mengendarai sepeda motor bersamanya. Bongkahan  rasa malu dan takut selalu menggendut setiap kali waktu belajar sudah menjemput. Namun  wajah sabar dan penuh harap dari sang "guru" itu yang akhirnya menguatkan saya untuk kemudian duduk di belakangnya dan berangkat ke sebuah lapangan sepi tempat saya belajar untuk berani.

Mulanya latihan pertama hanya berisi jeritan-jeritan ketakutan. Kemudian beralih ke tindakan mogok latihan karena lapangan seketika penuh orang. Selanjutnya godaan untuk bermain dengan ponsel pun turut menambah daftar penghalang proses belajar sepeda motor ini.

Sepekan berlalu dan saya masih terpaku di lapangan itu. Saya yang mulai terbakar rasa malu saya sendiri kini akhirnya terdampar pilu di tepian lapangan dan bahkan menangis menahan beban kesal mendapati diri saya hanya mampu menjadi bintang lapangan. Belum lagi rasa kesal semakin menjadi-jadi bila teringat ejekan kerabat-kerabat dekat kepada saya yang masih belum berani bersepda motor di jalan raya.


2 Hari kemudian

Rupanya hinaan yang datang berdampak cemerlang. Meskipun terdengar sangat menyakitkan tetapi kesakitan itu menjadi sebuah kekuatan untuk kemudian meberanikan diri saya berkendara di jalan raya. Akhirnya dengan mengajak mama, saya berkendara mengelilingi tempat-tempat mereka yang tadinya mengolok-olok kemampuan saya. Walaupun sepeda motor saya melaju seperti orang yang lesu dan beberapa kali terhenti dan bertumpu pada kaki, saya tetap bangga luar biasa.Paling tidak, kini saya telah sampai pada tahap akhir dari sebuah proses yang telah saya mulai.






 "Perkara bisa mahir, itu semua akan menjadi bisa karena terbiasa"

Begitulah lanjutan nasihat papa dulu kala saya baru berani mengemudikan mobil seorang diri.