Sering sekali saya terperanggah dan kemudian diam, lalu ternganga. Sering jugga saya menambahinya dengan geleng-gelengan kepala dan berakhir di bunyi “ck,ck ck...”. Bukan karena hal yang standar tentunya, tapi tidak selalu yang istimewa mampu membuat mata saya terbelalak dan tak mampu berdusta bahwa saya memang sedang dilanda kekaguman luar biasa.
Kekaguman yang sering saya cicipi tidak monoton. Diantaranya adalah beragam kebesaran Tuhan, sebuah momen penting, sesosok orang yang luar biasa, seuntai kata-kata manis, sebersit harap atau justru bulir-bulir asin yang menggeleinding dari mata juga sempat membawa saya ke dalam nikmatnya mengagumi. Alasannya beragam sebanyak ragam rasa yang melintasi naluri saya. Kali ini sesi kekaguman hati yang ingin saya bagi adalah mengenai sosok teman yang membuat saya sering kali terperanggah, dan kemudian diam lalu ternganga karena kekaguman saya
Dia adalah sosok lama yang saya kenal namun baru-baru ini saja saya dalami seluk-beluk dirinya. 2006 silam ketika saya masih menyandang gelar mahasiswa baru di universitas kenamaan tanah air, dia justru sudah matang dan bahkan tengah memegang tahta kekuasaan that so called “ Ketua Ikseda”. Ikseda , sebuah himpunan mahasiswa taraf fakultas yang memiliki beberapa kegiatan rutin dan salah satunya ialah mengurusi kegiatan junior2 manis nan inosens untuk selanjutnya digarap menjadi lebih manis dan jarang menangis.
Melihat kembali ke belakang, saya jujur tidak pernah peduli dengan sang pemimpin itu . Kebutuhan saya saat itu hanya tandatangan pemimpin dan kawan-kawannya yang kemudian menjadi “ibu-bapak” dari angkatan kami. Semester demi semester terus bergulir-gulir, jalinan “kasih ibu dan anak” mulai terlihat. Semakin hari semakin akrab dan sayang sekali, keakraban yang saya maksud bukan antara saya dan si pemimpin itu, tapi dengan teman-temannya yang lain.
Tidak banyak atau nyaris tidak ada kisah manis atau penuh tangis yang dapat saya utarakan dalam kaitannya dengan si pemimpin itu. Pendek kata saya bahkan agak lupa dengan keberadaanya di dunia ini karena saya tidak banyak mendengar tentang dia lagi. Hingga suatu ketika seorang kawannya (lagi-lagi bukan dia) menyegarkan memori saya akan sosoknya. Rencananya, Dia bersama kedua temannya akan berlibur ke pulau kelahiran saya yang indah itu. Namun sesuatu dan lain hal agaknya belum mengijinkan saya bertemu kembali dan unfortunately sosoknya kembali fade out of memory sampai akhirnya takdir memutuskan saya untuk berangkat ke negeri Cina.
Saya tau, dia bukan keturunan Cina tapi dia adalah satu-satunya orang yang saya hubungi jauh sebelum keberangkatan saya. Hal ini disebabkan karena menurut teman-temannya, kegiatannya dipenuhi rute Jakarta-Hongkong-Jakarta-Hongkong- dan seterusnya. Saya mencoba sok akrab untuk menggali informasi dan rupanya perbincangan elektronik tentang salah satu tempat tinggalnya itu membuat hubungan kami lambat laun menjadi akrab.
Merasa lebih akrab secara virtual akhirnya timbul rasa ingin merealisasikannya. Namun sayang disayang, berbagai angan yang direncanakan gagal terwujud kala saya sedang berada di Hong Kong. Jangankan di sana, di Jakarta saja, pertemuan dengan dirinya hampir merupakan misi yang sulit terwujud. Entah ada hujan badai, dirinya tertimpa benda keras, saya sakit perut atau agenda travel yang sudah mengantri, adalah factor-faktor alamiah yang sukses menggagalkan rencana pertemuan kami. Meskipun begitu, kedekatan kami Alhamdulillah tetap terpupuk berkat sesi curhat spesial via jejaring sosial.
Obrolan-obrolan elektronik menunjukkan beragam kesamaan antara kami berdua sehingga membuat saya merasa seolah telah mengenal sosoknya sejak balita. Boleh dikata ajang pelantikan ibu dan anak 4 tahun silam memang merupakan salah satu faktor yang mendekatkan kami sehingga jiwa sependeritaan itu yang mungkin menjadi koneksi pertama. Koneksi kedua mengalir setelah adanya persamaan spasial ( Bali, Hong Kong, Jakarta). Spasial menciptakan jalur ketiga yaitu hoby jelajah negeri. Sesama pecinta traveling, ajang tukar-menukar info dalam dan luar negeri merupakan hal yang nikmat luar biasa walaupun belum kesampaian untuk pergi bersama. Menilik negara-negara yang menjadi topik kami, akhirnya sampailah kami pada sebuah koneksi yang melingkar.
Koneksi yang menyerupai erupa lingkaran ini terus menerus menciptakan sensasi asyik ketika berputar didalamnya. Saya sebut lingkaran karena koneksi ini tidak terputus-putus. Ada saja bahan yang diulas dan selalu menimbulkan kejutan-kejutan dalam sesi curhat virtual bersamanya. Umumnya semua ini berkaitan dengan urusan hati yang sering diindikasikan sebagai urusan cinta adalah koneksi terkuat yang mendekatkan kami berdua. Bukan berarti kami saling jatuh cinta tapi latar belakang percintaan kami masing-masing memiliki prosentase kesamaan nyaris 100%. Hahahahaha… malu memang untuk membahas detail-detail kisah cinta yang melanda saya atau dirinya. Intinya kami berdua (saat itu dan masih berlanjut ) tengah digilai dan juga akhirnya turut menggilai pria-pria yang berkebangsaan sama dengan kakek buyut saya, CRAPPP!!!!
Hubungan saya yang lack of catching up ini secara sederhana membuat saya terkagum. Dia bukanlah salah satu kawan terbaik saya (saat itu) tapi entah mengapa semua mimpi-mimpi terasa aman untuk diutarakan padanya. Dia juga bukan teman seperjuangan saya tapi kenapa saya senang menceritakan laju perjuangan hidup saya dengannya. Dia bahkan mungkin belum pantas menjadi orang yang bisa dipercaya tapi kenapa hal-hal penuh kerahasiaan kerap saya simpan dalam dirinya. Lagi-lagi tuhan menunjukkan kebesaran-Nya dalam hal ini. betapa besar kuasaNya menyatukan pribadi-pribadi lawas menjadi kawan yang berteman tanpa mengenal jarak dan waktu.
Kekaguman saya akan sosoknya yang langsung klik ini akhirnya membuahkan pikiran bahwa sebenarnya proses dari pertemanan ini juga tak kalah menarik untuk dikagumi. Kami sebenarnya dapat saja menjalin keakraban lebih awal tetapi mungkin waktu yang belum setuju. Kemudian sang waktu juga yang kembali merajut kesamaan diantara kami hingga menjadikan kami demikian akrab. Tapi, kenapa semua harus terjadi seperti ini? saya yakin dan selalu percaya bahwa semua yang terjadi memiliki alasannnya tersendiri. Begitu juga dengan proses pertemanan unik ini.
Walau masih terbentur keadaan hati yang masih melemah, saya mencoba menyimpulkan “Bisa jadi, Tuhan hanya ingin menyadarkan kami dengan sederhana bahwa kami tak perlu khawatir dengan segala kegagalan yang kami hadapi belakangan ini karena sebenarnya semua akan indah pada waktunya.”
Lagi- lagi saya kembali terperanggah kemudian terdiam lalu ternganga dan kini dilanda airmata bahagia. Ternyata, mencoba untuk melihat ketika berada di dalam kegelapan juga turut mengantarkan kita pada titik kekaguman yang tiada duanya.
Especially dedicated to my virtual-reality best friend: Dayang Buana a.k.a Daboe yess we can make our fairy tale
huaaaa *emoticon berpelukan*
BalasHapusterus terang gw terharu ma tulisan lo, ternyata ada yang kagum ma gw *pipi memerah*
someday, we can make our fairy tale comes true, beibiiiihhh :)