i think...

Sabtu, 21 November 2009

This Love Is Never End

Dulu..bila jadwal pulang kebali sudah di depan mata, hati ini gembira berbunga-bunga. Tapi kamis lalu, ada sebersit kemelut yang menyelinap ke dalam hati. Walau beribu cemas mewarnai perjalanan pulang kami, tetap ada sebersit harap


Dulu tujuan utama adalah rumah coklat di ruas jalan Gunung Unggaran II. Biasa didalamnya mama sudah menyiapkan menu kualitas teratas dan papa yang sudah menanti di depan pintu serta sigap melebarkan lengannya menawarkan pelukan dan senyuman hangat. Tapi kemarin malam lalu, kami bergegas menuju ICCU, disambut dengan senyuman prihatin menguatkan dari Om udin dan Franky serta tatapan mata mama yang tenggelam dalam genang air mata duka.


Dulu tak peduli selarut apapun kami tiba dirumah, obrolan hangat membahas rangkuman kegiatan tetap berjalan tak mengenal waktu. Kemarin itu, jangankan bercanda, bertanya “ apakabar pa?” Dirinya yang terbarinng lemah itu bahkan tak mampu menjawab. Hanya sebersit senyum dari bibirnya yang masih bersemu merah muda itulah komunikator terbaiknya.



Rangkaian peralatan medis yang mendekorasi bilik tidur papa saat itu serta juga julur-julur selang yang memenuhi dada sosok berusia 62 tahun itu mulai mengubah garis senyum dibibirku dan mata ini tak sanggup lagi menampakkan binar-binar bahagia yang penuh kepalsuan


Kamis, jumat, sabtu, Minggu rute roda-roda kendaraan kami hanya berputar ke satu tujuan pasti, Rumah Sakit Sanglah. Kaki melangkah hanya ke dua titik saja: ICCU jantung atau arena Wijaya Kusuma no: 11. Kegiatan utama kami adalah berada disisi papa secara bergantian untuk memberi semangat dalam diri yang mulai kehilangan semangat itu.


Papa kian melemah, bunyi nafas yang tertahan oleh riak dahak itu seolah menibulkan rasa sakit bagi siapa yang juga mendengarnya. Papa yang bertubuh kekar dulu kini tak lagi segar. Beberapa kata ingin ia lontarkan namun tak banyak yang memahami makna yang ia sampaikan. Rangkaian bahasa tubuh yang ia perbuat juga belum mampu mentransfer pesan-pesannya (yang ternyata akan menjadi pesan terakhirnya. )


Sayang,,Rutinitas perih ini sudah berhenti di hari Minggu 8 November 2009 pukul 13.00. Saat dimana Pemiliknya membawanya Kembali ke pangkuanNya. Innalilahi wainnalilahi rojiun.. mulai saat itu kami tak berhak lagi memiliki papa di dunia ini karena ia harus meninggalkan dunia untuk selama-lamanya.


Kini… tak ada lagi yang setia membangunkan tidur kami untuk sholat subuh berjamaah. Tak ada lagi yang duduk menampingiku menyeruput segelas kopi encer di pagi hari atau menikmati jus papaya menjelang magrib. Tak ada lagi sosok pandai dan rajin belajar yang selalu menghias suasana maghrib dengan lantunan ayat-ayat suci yang ia kumandangkan. Tak ada lagi yang mengajakku menemaninya tidur bersama mama dan tak ada lagi pelukan haru yang seolah tak rela melepas kepergianku untuk menuntut Ilmu.


Papa yang selalu menyapa dengan logatnya dibarengi senyuman lembutnya itu harus kami relakan pergi ke Sana.. Walau jauuuuuuuh papa disana, aku yakin dia kini tenang, tanpa rasa sakit yang menyemutinya belakangan ini. Walau jauuuuh dari keluarganya di dunia ini, aku yakin dia juga tengah berbahagia bersama kedua orang tua dan dua saudaranya yang telah pergi terlebih dahulu. Walau jauuuuuuuh di Sana dia berada, Tak akan ada yang dapat menggantikan dia yang selalu menyulutkan api semangatku untuk terus belajar dan bertakwa.


Rest In Peace Papa,,




We will always love you

Tidak ada komentar:

Posting Komentar