i think...

Senin, 31 Oktober 2011

Secawan Memori


Kemang, 12 Juni 2011

Secawan soto khas ibukota sontak mengantarkan saya pada barisan memori indah yang terjadi di awal bulan Januari. Soto bersantan yang berisi jeroan sapi itu berhasil menggetarkan hati setiap kali melihat nama menu tersebut di mana-mana. Sejujurnya saya bukanlah penggemar masakan berkuah ini, tetapi soto betawi akhirnya sempat menjadi menu santap siang saya beberapa kali. Hal itu semua berawal dari seseorang yang saya kenal di awal tahun ini. Dia mencintai soto betawi seperti halnya saya mencintai nasi Biryani.


Tidak ada yang menarik sebenarnya dari secawan soto betawi yang kini rutin saya nikmati. Hanya saja saya senang mengalami sensasi yang menjalari hati seketika mengamati cawan bersantan di depan mata saya. Bukan sekedar rasa lezat yang ditawarkan, tetapi letupan-letupan mimpi dan harapan yang pernah saya jalin mampu membuat saya tersipu malu seorang diri.  Persis seperti sedang  jatuh cinta.


Cukup lama saya tergelincir dalam perasaan syahdu. Tak sebentar saya mencoba menafsirkan rasa yang meraba hati dan pikiran saya selama beberapa bulan saat dirinya tidak kalah rajin menyapa saya dengan bantuan beberapa aplikasi yang ada di perangkat pandai kami masing-masing. Namum seiring bulan bergulir, semakin jarang dia bertandang. Seketika itu pula harapan dan mimpi-mimpi mulai meredup sembari meyakini bahwa rencana tuhan selalu lebih baik dari mimpi saya pribadi.


Entah mengapa, beberapa waktu lalu rasa ingin menikmati secawan soto betawi muncul kembali. Tidak disangka, cawan bersantan kesukaannya masih tetap memberikan sensasi yang serupa. Seolah memiliki konektivitas yang otomatis, sensasinya tetap membawa saya pada cerita-cerita lama yang indah bersama dia. Seolah saya tengah berada di ruang dan waktu yang mana dia selalu menemani saya bercanda tawa hingga senja menyapa ibukota. Suapan terakhir pun turut membawa memori biru ketika dia harus kembali meninggalkan tanah air dan tentunya membiarkan saya tetap di sini dengan segenap mimpi-mimpi baru yang rupanya tak kunjung menyatu ke alam nyata.


Sambil menikmati jalanan kota, Saya tetap bertanya-tanya mengapa saya mendambakan soto betawi di siang tadi sampai akhirnya sesuatu menyadarkan saya bahwa hari ini adalah hari ulangtahunnya. Tiba-tiba saya teringat ucapan teman saya “ ketika kita memikirkan seseorang , dia pun pasti tengah memikirkan kita ibarat frekuensi radio, kita dan yang kita pikirkan sebenarnya berada dalam frekuensi yang sama” dan saya pun mulai malu-malu dan mungkin pipi saya kini sudah merona merah muda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar